26 Februari 2021

Analisa Laporan Keuangan Bank Syariah



Oleh: Agus Salim 
1961101021 

Program Pascasarjana Magister Keuangan Syariah, Institut Teknologi Dan Bisnis Ahmad Dahlan  Jakarta Tahun 2021
-------------------------------------



Pesatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia selama hampir tiga dekade ini, belum memperlihatkan keberpihakan umat muslim Indonesia terhadap pilihan layanan transaksi keuangan mereka. Market share yang masih rendah menunjukkan ketimpangan tersebut mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim.

BRI Syariah merupakan anak usaha dari Bank Milik Negera terbesar yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. BRISyariah mulai menjalankan operasionalnya sejak tanggal 17 November 2008. Saham PT Bank BRI Syariah Tbk melesat 20 persen selepas pengumuman perubahan nama dan logo perseroan. Perubahan tersebut sejalan dengan rencana merger dengan Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah. Pada perdagangan hari ini, JUmat (11/12/2020), saham BRIS terpantau naik 300 poin atau 20,13 persen ke level 1.790 pada pukul 13.46 WIB. Saham BRIS dibuka di level 1.500, naik 10 poin dibandingkan dengan posisi penutupan kemarin. Saham BRIS sempat menyentuh level tertinggi 1.840. Total perdagangan saham BRIS mencapai 680,83 juta lembar dengan nilai transaksi Rp1,13 triliun. Investor asing mencatat net buy dengan torehan Rp27 miliar.

Pada tahun 2019, dari kuartal 1 hingga 4 tingkat NPF BRISyariah terlihat semakin membaik. Dimana tingkat NPF pada kuartal 1 sebesar 4,34 persen turun menjadi 3,38 persen pada kuartal 4. Sedangkan pada tahun 2020, tingkat NPF BRISyariah tercatat 2,95 persen di kuartal satu dan semakin membaik pada kuartal Tiga dengan capaian 1,73%.

Pertumbuhan ini menandakan BRI Syariah yang terus mencari peluang di tengah pemberlakuan transisi pembatasan sosial berskala besar. Untuk memperluas pasar, BRISyariah memanfaatkan value chain dan trickle down business dari nasabah-nasabah komersial. Selain itu BRIsyariah terus memperluas kerjasama dengan pihak-pihak ketiga agar bisnisnya semakin kuat dan pasar produk semakin besar.



Bank Syariah Mandiri (nama dagang sebagai Mandiri Syariah) adalah lembaga perbankan di Indonesia. Bank ini berdiri pada tahun 1955 dengan nama Bank Industri Nasional. Bank ini beberapa kali berganti nama dan terakhir kali berganti nama menjadi Bank Syariah Mandiri pada tahun 1999 setelah sebelumnya bernama Bank Susila Bakti yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai BDN dan PT Mahkota PrestasiPerolehan DPK menjadikan aset Mandiri Syariah di tahun 2019 pada kuartal 4 mencapai angka Rp 99,80 triliun. Sampai saat ini, angka aset Mandiri Syariah di atas Rp 100 triliun merupakan pencapaian tertinggi bank syariah di Indonesia. Bila dilihat dari tabel diatas diatas, peningkatan dana pihak ketiga (DPK) di tahun 2019 tidak terlalu terlihat signifikan. Pada kuartal pertama Bank Syariah Mandiri (BSM) mampu menghimpun dana dana senilai Rp 87,15 triliun kemudian pada kuartal kedua Rp 87,35 triliun. Pada kuartal ketiga dana pihak ketiga terhimpun senilai Rp 90,49 triliun, dan pada kuartal 4 Dana pihak ketiga (DPK) ini meningkat senilai Rp 99,80 triliun. Namun, pada tahun 2020, terlihat peningkatan dana pihak ketiga (DPK) Bank Syariah Mandiri (BSM) terlihat signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari kuartal 1 tahun 2020 tercatat dana pihak ketiga mencapai Rp 101,78 triliun dan pada kuartal 2 dan 3 tahun 2020, dana pihak ketiga (DPK) BSM sebesar Rp 101,78 triliun dan Rp 106,11 triliun.Peningkatan DPK tersebut menjadikan nilai aset Mandiri Syariah mencapai Rp119,43 triliun atau naik 16,19% dari September 2019 yang sebesar Rp102,78 triliun.

Rasio pembiayaan bermasalah BSM tercatat mengalami perbaikan di tahun 2019 dari kuartal 1 sebesar 1,29 persen hingga kuartal 4 sebesar 1,00 persen. Bahkan selama masa pandemi, tingkat NPF BSM mengalami penurunan signifikan hingga 0,61 persen pada kuartal 3 tahun 2020. Langkah BSM selama pandemi ini adalah dengan memperkuat cadangan sebagai antisipasi risiko khususnya bagi nasabah yang direstrukturisasi, dengan meningkatkan cash coverage sebesar 34,17% menjadi 141,26% per September 2020.

Kinerja Bank Syariah Mandiri berhasil selama semester I 2020 membukukan laba bersih sebesar Rp719 miliar per Juni 2020 naik signifikan 30,53%. Hingga 31 Agustus 2020 juga restrukturisasi pembiayaan yang dilakukan Mandiri Syariah sudah mencakup 29.000 nasabah dengan outstanding Rp 7,1 triliun.

Sampai bulan September 2020, jumlah transaksi melalui Mandiri Syariah Mobile (MSM) melonjak hingga 90% dengan jumlah mencapai 31,89 juta transaksi. Transaksi buka rekening dari handphone, inovasi pembukaan rekening online pertama yang dimiliki bank syariah di Indonesia pun mencatat jumlah signifikan yaitu 32 ribu pembukaan rekening per bulan. Angka ini juga menunjukkan bahwa sebanyak hampir 40% nasabah baru melakukan pembukaan rekening secara online.

Sebagai bentuk dukungan pada nasabah terdampak Covid-19, Bank Syariah Mandiri telah memberikan solusi dengan membentuk pola dan skema restrukturisasi bersama bagi nasabahnya. Hingga saat ini Mandiri Syariah telah merestrukturisasi pembiayaan senilai Rp8 triliun kepada lebih dari 28ribu nasabah di seluruh Indonesia, yang 40% diantaranya merupakan nasabah segmen UMKM.

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (“Bank Muamalat Indonesia”) memulai perjalanan bisnisnya sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia pada 1 November 1991 atau 24 Rabi’us Tsani 1412 H. Pendirian Bank Muamalat Indonesia digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia. Sejak resmi beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27 Syawal 1412 H Kinerja PT Bank Muamalat Indonesia semakin memburuk. Laba bersih bank syariah pertama di Tanah Air ini anjlok pada semester I 2019. Di sisi lain rasio pembiayaan bermasalah Bank Muamalat kian menggunung. Mengutip laporan keuangan Bank Muamalat, Senin (12/8), Muamalat hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp 5,08 miliar sepanjang paruh pertama 2019. Capaian itu anjlok 95% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang sebesar Rp 103,7 miliar. Anjloknya perolehan laba bersih itu sejalan dengan penurunan pendapatan penyaluran dana sebesar 24,7% dari 1,78 triliun menjadi Rp 1,34 triliun. Sedangkan bagi hasil untuk pemilik dana investasi cenderung stabil yakni Rp 1,13 triliun. Pembiayaan Bank Muamalat juga melambat. Per Juni 2019, total pembiayaan bank ini hanya Rp 15,70 triliun yang terdiri dari Mudharabah Rp 461 miliar dan Musyarakah Rp 15,24 triliun. Padahal di periode yang sama tahun lalu, Bank Muamalat mencatat pembiayaan sebesar Rp 17,68 triliun yang terdiri dari Mudharabah Rp 548 miliar dan Musyarakah Rp 17,13 triliun. Artinya capaian pembiayaan bank ini melorot 10,7% secara year on year (yoy) di paruh pertama tahun iniTotal aset Bank Muamalat per Juni 2019 mencapai Rp 54,57 triliun atau turun dari Juni 2018 yang ketika itu mencapai Rp 55,18 triliun. Selain itu, kualitas aset Bank Muamalat juga semakin memburuk yang ditandai dengan meningkatnya rasio non performing financing (NPF). Per juni 2019, NPF gross Bank Muamalat membengkak menjadi 5,41% dari 1,65% pada Juni 2018. NPF net juga naik tajam dari 0,88% menjadi 4,53% atau telah mendekati ambang batas normal sesuai ketentuan yakni 5%. Kinerja keuangan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BBMI) anjlok per kuartal II-2019. Rasio kecukupan modalnya (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat menurun hampir 4% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya, menjadi 12,01%. Penurunan CAR juga pernah terjadi pada 2016 sebesar 1%.Sementara itu, rasio pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing/NPF) bersih Bank Muamalat naik drastis hingga 4,53%. Rasio itu mendekati batas maksimal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi bank untuk dikategorikan sehat, yakni sebesar 5%.Peran perbankan syariah di Indonesia dalam meningkatkan perekonomian umat dan nasional belum dominan, walaupun Indonesia memiliki potensi pasar yang bagus. Hal ini terlihat dari market share pada tahun 2019 masih di bawah 6%. Sehingga peranan dari islamic branding diperlukan. Dari hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa preferensi customer dalam memilih layanan perbankan tidak hanya didasari oleh faktor religiusitas, melainkan juga timbul faktor-faktor lain yang signifikan, diantaranya adalah produk (jenis, manfaat, benefit dan fee), layanan (pelayanan di bank maupun online) dan tehnologi. Dan faktor dominan yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya berbeda-beda urutannya, hal ini dikarenakan customer dari perbankan syariah yang beragam dari usia, tingkat pendidikan dan agama. Dari penelitian sebelumnya juga diketahui adanya faktor reputasi, baik reputasi agama (prinsip yang dijalankan), keuangan serta manajemen bank (orang yang didalamnya) sebagai preferensi customer.Dari faktor-faktor yang timbul sebagai preferensi, sejalan dengan elemen pada marketing mix, 7Ps (product, price, place, promotion, process, people, physical). Berikut adalah diagram mapping faktor preferensi yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya terhadap marketing mix.



Dengan melakukan marketing strategy, maka strategi organisasi tidak hanya fokus terhadap satu faktor melainkan menggabungkan semua faktor atau elemen menjadi satu strategi branding yang komprehensif

Laba bersih yang hanya senilai Rp 6,57 miliar tersebut merupakan perolehan laba bersih terendah dalam 8 bulan pertama yang pernah dicatatkan oleh Bank Muamalat, setidaknya dalam 4 tahun terakhir.
Bank Muamalat dinilai terlalu fokus pada pendanaan korporasi yang mengakibatkan pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) meningkat tajam. Dengan kinerja keuangan seperti, suntikan modal dikhawatirkan tak akan mampu memutarbalikkan kondisi Bank Muamalat.

Continue reading Analisa Laporan Keuangan Bank Syariah

8 Februari 2021

Kegiatan Transaksi Valuta Asing di Perbankan Syari'ah

Disusun Oleh : Kelompok 10

  • Agus Salim 1961101021 
  • Feddy Fabachrain 1961101044 
  • Nurhasmidah 1961101025

Program Pascasarjana Magister Keuangan Syariah, Institut Teknologi Dan Bisnis Ahmad Dahlan  Jakarta Tahun 2021




STUDI KASUS

1.      Pada tanggal 1 November 2018, Asea Co Ltd, Tokyo ingin menutup kontrak forward atas L/C impor sebesar USD1.000.000 yang akan jatuh tempo 1 Desember 2018.

Asea akan menyerahkan JPY kepada bank dan bank akan menyerahkan USD kepada perusahaan.

Kurs spot USD/JPY: 112,60/80

USD interest: 2,5%

JPY interest: 1%

Pertanyaan: berapa kurs forward yang akan diberikan oleh bank kepada importir jika bank memperhitungkan margin sebesar JPY 0,03 per USD sebagai keuntungan?

Jawab :

Proses transaksinya adalah sebagai berikut:

a.       Kontrak forward ditutup 1 November 2018 dengan valuta spot. Dengan demikian, value date adalah 3 November 2018 dan periode kontrak 28 hari mulai 3 November 2018 – 1 Desember 2018

b.      Interest base currency (USD) lebih besar dari interest currency (JPY). Jadi, USD at discount terhadap JPY, artinya untuk periode ke depan USD melemah terhadap JPY sehingga bank memperoleh diskon dari transaksi.

c.       Karena eksportir akan menjual USD-nya kepada bank dan membeli JPY dari bank, maka bank akan membeli USD eksportir dengan kurs spot menggunakan Kurs Spot Beli USD/JPY. Dari sisi bank transaksi ini adalah Transaksi Forward Beli.

d.      Perhitungan menggunakan rumus forward point:

            Forward Point           

            Forward Point             = (0,13)

            Margin bank                = (0,03) (-)

            Discount forward        = (0,1)

            Kurs spot beli              = 112,80 (+)

            Kurs forward beli        = 112,70

 

Pada tanggal 1 Desember 2018 bank akan membeli USD milik Asea Co Ltd, Tokyo sebesar USD 1 Juta dengan kurs JPY  112,70 per USD. Jadi eksportir akan menerima sebesar JPY 112.700.000 Dalam akuntansi bank transaksi lni dibukukan, bank membeli USD 1 juta dengan kurs JPY 112,80 dan memperoleh pendapatan dari eksportir berupa diskon forward sebesar JPY 0,1 per USD 1.

 

2.      PT Nayasa nasabah Bank Syariah Sejahtera berkewajiban membayar L/C impor sebesar USD500.000 yang akan jatuh tempo 90 hari lagi sejak 25 November 2020. Indikasi kurs USD / IDR akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kurs USD cenderung menguat terhadap IDR.

Pertanyaan:

a.       Transaksi lindung nilai apa yang harus dilakukan oleh PT Nayasa untuk mengamankan kewajibannya?

b.      Jika bank mengambil spread margin senilai Rp 10 per USD, berapa premi yang harus dibayar?

c.       Kapan eksekusi transaki tersebut dilakukan? Bagaimana perhitungan transaksinya?

 

Jawab :

1.      Berdasarkan informasi bahwa kecenderungan Kurs USD akan menguat terhadap IDR, ini berarti interest base currency ( USD) lebih kecil dari interest currency ( IDR). Jadi USD at premium terhadap IDR. Jadi Bank Syariah Sejahtera harus membayar premi kepada eksportir PT Nayasa. Karena PT Nayasa selaku eksportir harus membayar dalam USD, maka PT Nayasa harus membeli USD ke Bank Syariah Sejahtera , maka kurs spot yang digunakan adalah kurs spot jual. Dari sisi bank transaksi ini adalah transaksi forward jual

 

2.      Kurs Spot USD/IDR per tanggal 25 November 2020 : 14.098,16/ 14.239,85

USD interest rate 3 month : 3%

IDR interest rate 3 month : 9%

Margin Bank : Rp 10 per USD

Forward Point : [ SR x ( CI – BC ) x CP ] / 360

Forward Point : [ 14.239,85 x ( 9% - 3% ) x 90 ] /360 : 213.59

Margin Bank : 10 (+)

Premi Forward : 223.59

 

3.      Kontrak forward ditutup tanggal 25 November 2020 dengan valuta spot, artinya value date 27 November 2020 dengan periode kontrak 90 hari, maka eksekusi transaksi dilakukan 90 hari sejak 27 November 2020, yaitu 26 Januari 2021

Kurs Spot : 14.239,85

Kurs Forward Jual : 14.463,44

Maka pada tanggal 27 Januari 2021, Bank Syariah Sejahtera akan menjual valuta asing kepada PT Nayasa sebesar USD 500,000 dengan kurs IDR 14.463,44 per USD. Jadi PT Nayasa akan membayar L/C Impor ke Bank Syariah Sejahtera sebesar IDR 7.231.720.000. Dalam akutansi bank, transaksi ini dibukukan sebagai bank menjual USD 500,000 dengan kurs IDR 14.239,85 dan menerima pendapatan premi forward sebesar IDR 223.59 per 1 USD.

 

 

 

RANGKUMAN JURNAL KEGIATAN VALUTA ASING DI PERBANKAN SYARIAH

 

Pendahuluan

Hadirnya bank syariah di Indonesia memberikan warna baru dalam transaksi ekonomi masyarakat. Tentunya kehadiran bank syariah tidak mempersempit ruang gerak masyarakat dalam bertransaksi, melainkan mendapatkan berbagai macam kemudahan yang tetap berada dalam jalur yang dibenarkan dalam syariah Islam.

Bank syariah dalam menjalankan operasional memiliki berbagai macam akad transaksi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang tidak keluar dari frame syariah Islam. Salah satunya adalah pada transaksi jual beli mata uang yang lebih dikenal dengan valas. Transaksi valas tersebut dalam bank syariah dikenal dengan akad sharf. Hal ini membuktikan bahwa hukum Islam itu fleksibel dan tidak kaku. Pada prakteknya dalam operasional bank syariah, tentunya akad transaksi mata uang asing ini harus terhindar dari maghrib atau maysir, gharar dan riba.

Transaksi valuta asing saat ini menjadi sebuah keharusan ketika terjadi jual beli antar Negara dengan mata uang yang berbeda. Bila dahulu kala mata uang hanya sebagai alat transaksi, kini mata uang menjadi salah satu komoditas yang diperjualbelikan. Dengan kata lain, kedudukan uang sebagai alat tukar dalam suatu transaksi jual beli berubah menjadi objek transaksi. Transaksi seperti ini, sekarang terkenal dengan transaksi valuta asing (foreign exchange transaction). Dalam transaksi ini, mata uang dari negara yang berbeda akan diperjualbelikan dengan nilai tukar yang tidak sama secara kuantitas (Rp 1 =/= U$ 1) (Qushtaniah: 2014).

Saat ini, perkembangan cara bertransaksi ekonomi begitu selaras dengan perkembangan teknologi. Pasar bukan hanya diartikan sebagai pertemuan antara supply dan demand dalam kacamata tradisional dalam sebuah area atau tempat. Tapi pasar dapat berupa sarana digital yang high technology yang terlihat hanyalah angka dan grafik saja. Tentunya perkembangan cara bertransaksi saat ini perlu diiringi dengan kejelasan akad transaksi yang dibolehkan dalam syariat Islam. Karena hakikat bertransaksi atau jual beli dalam Islam bukan hanya mendapatkan keuntungan tetapi juga keberkahan.

Beberapa transaksi yang berkaitan dalam valuta asing adalah spot, forward, swap dan option. Dimana beberapa transaksi tersebut mengandung hal yang dilarang dalam syariah fatwa DSN MUI No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).

 

Hukum Lindung Nilai (Hedging) Menurut Syariah

Dalam jual beli mata uang (valas) terdapat empat model transaksi valas yaitu Spot, Forward, Swap, dan Option, dari keempat model tersebut terdapat unsur maisir atau spekulasi, sehingga diharamkan oleh sistem ekonomi syariah, kecuali transaksi Spot. Solusi untuk menjalankan transaksi valas maka diperlukan adanya perlindungan terhadap nilai tukar atau biasa disebut dengan Hedging. Adanya hedging (lindung) terhadap nilai akan menjaga dari harga yang telah disepakati diawal sekalipun pembayaran dilakukan diakhir sehingga transaksi yang dilakukan tidak menumbulkan spekulasi (Fatwa Dewan Syariah: 2002).

Perkembangan transaksi ekonomi saat ini begitu cepat seiiring dengan perkembangan teknologi. Jual beli atau perdagangan antar Negara dengan mata uang berbeda tentunya diperlukan penyesuaian nilai mata uang antar satu Negara dengan lainnya. Fluktuasi nilai mata uang suatu Negara terhadap mata uang lainnya begitu cepat tergantung dengan kondisi pasar.

Perdagangan dalam skala besar suatu komoditas dengan kebutuhan waktu transaksi tentunya memerlukan kesepakatan nilai mata uang. Hal tersebut yang mendasar begitu pentingnya praktek lindung nilai atau yang disebut dengan hedging dalam sebuah perdagangan antar Negara dengan melibatkan mata uang yang berbeda.

Praktek hedging yang sesuai dengan prinsip syariah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan atas perkembangan industri keuangan syariah. Selain itu fatwa DSN menjelaskan bahwa dengan memperhatikan fatwa yang sebelumnya tentang sharf maka lahirlah fatwa DSN MUI No: 96/DSN-MUI/IV/2015 Tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-tahawwuth al-Islami/IslamicHedging) Atas Nilai Tukar. Fatwa ini menjelaskan tetang perlindungan atas nilai mata uang berdasarkan akad yang telah disepakati. Sehingga nilai tukar mata uang tetap sesuai dengan akad/kesepakatan pada saat disepakati bersama sehingga terhindar dari unsur spekulasi atau gharar.

Setidaknya terdapat dua alasan transaksi hedging atas nilai tukar dibutuhkan oleh bank syariah. Pertama, mulai beralihnya dana haji dari perbankan konvensional ke perbankan syariah. Dana haji ini menggunakan mata uang USD, sehingga ada risiko valas yang harus di hedging bank syariah antara kebutuhan mata uang USD dengan mata uang rupiah yang tersedia.

Kedua, untuk mengatisipasi aturan Otoritas Jasa Keuangan tentang penurunan uang muka pembiayaan syariah, yang meningkatkan pembiayaan. Salah satu sumber pembiayaan dapat berasal dari penerbitan sukuk dalam USD, sehingga timbul kebutuhan eksposur sukuk dalam USD yang nantinya akan dibayarkan kembali ke dalam bentuk mata uang rupiah yang otomatis membutuhkan hedging.

Istilah hedging dalam dunia keuangan yang dipergunakan sebagai suatu investasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau bahkan meniadakan risiko pada investasi lainnya. Lindung nilai bisa juga dipahami sebagai strategi yang dilakukan untuk mengurangi risiko bisnis yang tidak terduga di samping tetap dimungkinkannya memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. Hedging dapat juga disebut sebagai salah satu pendekatan manajemen risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko dan membatasi kemungkinan terjadinya kerugian yang ditimbulkan akibat dari ketidakstabilan harga komoditi, nilai mata uang atau surat berharga. Lindung nilai dapat ditentukan bahwa harga jual yang disepakati dengan pembeli tidak akan mempengaruhi keuntungan yang diproyeksikan.

Fatwa DSN MUI No: 96/DSN-MUI/IV/2015 Tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-tahawwuth al-Islami/IslamicHedging) Atas Nilai Tukar menegaskan agar transaksi valas terhindar dari unsur spekulasi. Kurs dalam Forward ditentukan di muka sedangkan penyerahan dan pembayaran dilakukan beberapa waktu mendatang pada saat kontrak jatuh tempo. Begitupun sama dengan pengertian akad 'Aqd al-Tahawwuth alMurakkab. Akad 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab dan Forward bisa dilakukan dengan akad isthisna dan atau salam, karena isthisna pembayaran dapat dilakuakn di awal, dicicil, bahkan diakhir pada saat jatuh tempo, sedangkan pembayaran dalam akad isthisna mengacu pada pembayaran tetap disaat akad disepakati, sementara Forward pembayaran mengikuti perubahan kurs pada saat jatuh tempo.

Pada akad salam harga pembayaran harus sesuai dengan pada saat kontrak disepakati, ketika menggunakan akad salam bisa dilakukan dengan pembayaran lebih awal, maka kemungkinan besar untuk penyerahan mata uang pada saat tanggal yang telah ditetapkan tidak akan mengalami perubahan, karena pemesanan mata uang pada saaat kontrak langsung dibayar dimuka, jika terjadi perubahan maka pihak pemesan berhak memiliki hak option/khiyar.

 

Praktek Lindung Nilai (Hedging) di Perbankan Syariah

Bank beperan sebagai badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam menyalurkan dana, bank menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit/ pembiayaan. Salah satu bentuk kredit yang disalurkan oleh bank adalah kredit dalam mata uang asing atau kredit valas. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia tahun 2014- 2015, Periode Juli 2015, piutang valas Industri perbankan mencapai Rp. 651,96 triliun atau tumbuh 14,75% dibanding Juli 2014 yaitu sebesar Rp. 568,12 triliun. Pertumbuhan kredit valas ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kredit mata uang rupiah yang hanya tumbuh 8,71%, yaitu dari Rp. 2.926 triliun pada Juli 2014 menjadi sekitar Rp. 3.181 triliun pada Juli 2015 (SPI, Juli 2015).

Islamic Hedging Forward Agreement Penerapan stategi Islamic Hedging dalam bentuk transaksi forward oleh bank syariah dapat dilakukan sebagaimana transaksi forward yang diterapkan pada bank konvensional. Namun yang perlu diperhatikan adalah tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta bukan bertujuan untuk spekulasi. Penggunaan indikator pasar uang konvensional sebagai acuan mendapatkan hitungan forward point tidak dapat dihindari, karena belum tersedia dalam bentuk syariah. Dalam mencari assessment forward point seperti pada rumus yang telah dijelaskan sebelumnya, dibutuhkan rate dari valas yaitu USD dan rate dari mata uang domestik yaitu rupiah. Rate valas terdapat pada Pasar Uang Antar bank (PUAB) Valas, sedangkan rate untuk mata uang rupiah tergambar di dalam rate indikator pasar uang rupiah.

Penerapan transaksi islamic forward agreement pada pembiayaan valas bank syariah di Indonesia menunjukan bahwa bank syariah akan mendapatkan keuntungan (gain) jika melakukan islamic forward agreement. Namun, penerapan transaksi islamic forward agreement dilakukan pada kondisi tertentu saja, yaitu pada saat terjadi krisis yang ditandai dengan nilai tukar yang fluktuatif, sedangkan pada saat kondisi perekonomian stabil transaksi hedging tidak perlu dilakukan. OJK dan BI sebagai regulator dapat tetap memberikan keleluasaan bagi bank syariah untuk mencari acuan premi yang tepat pada transaksi valasnya yang berbasis pada market driven dan berdasarkan prinsip syariah. Untuk penerapan transaksi islamic forward agreement, direkomendasikan melakukannya pada kondisi tertentu saja, yaitu pada saat terjadi krisis yang ditandai dengan nilai tukar yang fluktuatif, sedangkan pada saat kondisi perekonomian stabil transaksi hedging tidak perlu dilakukan.


Continue reading Kegiatan Transaksi Valuta Asing di Perbankan Syari'ah

13 Januari 2021

Konsep Nilai Waktu Uang Dalam Pandangan Islam

Oleh: Agus Salim, SE

(Program Pasca Sarjana Keuangan Syariah ITB Ahmad Dahlan Jakarta)





Pendahuluan 

Sistem ekonomi konvensional mengakui bahwa uang memiliki nilai waktu. Uang pada masa sekarang memiliki nilai yang berbeda dengan uang pada masa depan. William R. Lasher mengemukakan bahwa sejumlah uang di tangan seseorang saat ini bernilai lebih dari jumlah yang sama dijanjikan pada beberapa waktu di masa depan 3. Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa uang sebesar satu rupiah yang dapat diterima saat ini lebih bernilai dibanding satu rupiah yang baru akan diterima pada waktu yang akan datang. Dengan adanya perbedaan nilai uang pada waktu yang berbeda maka uang dianggap memiliki nilai waktu (time value of money). 

Dalam sistem ekonomi konvensional, konsep nilai waktu uang memiliki pengaruh signifikan dalam pengelolaan berbagai aktivitas ekonomi. Konsep nilai waktu uang berpengaruh banyak pada berbagai keputusan dan teknik keuangan, seperti keputusan investasi (penganggaran modal), biaya modal, struktur modal, penilaian sekuritas seperti saham dan obligasi, perhitungan amortisasi hutang, kebijakan dividen, dan lain-lainnya. Seperti halnya dalam ekonomi konvensional yang melakukan banyak aktivitas ekonomi, ekonomi Islam juga melakukan banyak aktivitas ekonomi yang sama. Namun dalam menjalankan aktivitas, ekonomi Islam memiliki prinsip dan sumber hukum yang berbeda dengan ekonomi konvensional. Setiap aktivitas yang dilakukan dalam ekonomi Islam selalu bersumber dari hukum Islam, baik Al-Qur'an, hadis maupun pemikiran cendikiawan muslim. Terkait dengan konsep nilai waktu uang yang diproksi dengan tingkat bunga, permasalahan yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana pandangan ekonomi Islam terhadap nilai waktu uang ?, mengingat bahwa nilai waktu uang diproksi dengan tingkat bunga, dan tingkat bunga dalam Islam jelas-jelas bunga identik dengan riba.

Uang, dan Fungsi Uang Dalam Sistem Ekonomi Konvensional

Perekonomian modern tidak dapat dipisahkan dengan pentingnya uang. Uang ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpa adanya uang   perekonomian tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana, uang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang resmi dalam rangka memenuhi suatu kewajiban4. Uang juga dapat diartikan sebagai alat tukar atas barang dan jasa dalam pasar ekonomi dengan beberapa fungsi seperti standar ukuran, media transaksi, media penyimpan nilai, dan standar pembayaran tertunda.5. Menurut hukum positif, uang adalah segala sesuatu yang dirumuskan undang-undang yang berfungsi sebagai alat tukar 6.

Dalam teori ekonomi konvensional, uang memiliki beberapa fungsi utama, yaitu, (1) sebagai alat tukar, uang dapat mempermudah terjadinya pertukaran (medium of exchange), (2) sebagai alat kesatuan hitung, uang dapat berguna untuk menentukan nilai atau harga sejenis barang dan sebagai perbandingan harga suatu barang dengan barang lain (unit of account), dan (3)       sebagai alat penyimpan nilai atau penimbun kekayaan (store of value), uang dapat berfungsi untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan7. Jhon Maynard Keyness dalam teori makroekonomi konvensional menjelaskan 3 (tiga) motif seseorang memegang uang, yaitu : Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga) dan Speculative motive. Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga. Sebagai motif transaksi, uang berfungsi sebagai media pertukaran barang dan jasa. Sebagai alat untuk berjaga-jaga, uang berfungsi sebagai tabungan, sedangkan sebagai alat spekulasi uang berfungsi sebagai komoditas, penyimpan nilai yang dapat diperjualbelikan untuk menghasilkan uang tambahan dengan hanya menempatkan di bank atau dipinjamkan pada orang lain. Uang tambahan itu di peroleh sebagai kompensasi atas opportunity cost dari investasi yang tidak dilakukan dikarenakan uang tersebut dipinjamkan kepada orang lain.8

Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)

Dalam  ekonomi  konvensional,  definisi  yang  sering  digunakan  untuk  menjelaskan pengertian nilai waktu uang (time value of money) adalah "A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return" 9 . Definisi ini mengandung arti bahwa uang saat ini selalu lebih berharga dibandingkan dengan uang pada saat yang akan datang, karena uang yang diterima pada saat ini akan dapat diinvestasikan untuk memperoleh hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Konsep yang mendasari nilai waktu uang adalah nilai uang pada waktu yang berbeda tidaklah sama, artinya terjadinya perbedaan nilai uang saat ini dengan nilai uang di masadepan yang terjadi karena adanya unsur waktu. Faktor yang menghubungkan nilai waktu adalah tingkat diskonto yang diproksi dengan tingkat bunga. Konsep ini dikembangkan dari berbagai teori bunga (theory of interest), dari berbagai pandangan para ekonom kapitalis sepanjang masa. Dalam classical theory of interest tokoh yang sangat terkenal adalah Adam Smith dan David Ricardo, mereka berpendapat bahwa bunga merupakan kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam (borrower) kepada si pemberi pinjaman (lender) sebagai balas jasa atas keuntungan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan. Kemudian Bohm Bawerk, pengembang teori bunga austrian, berpendapat bahwa

orang akan merasa senang dengan barang yang ada sekarang daripada barang yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Dalam teori moneter konvensional alasan pembayaran bunga adalah berupa tindakan opportuniti untuk memperoleh keuntungan dari meminjamkan uang. Keynes menyebutnya sebagai motif spekulasi dari permintaan akan uang (liquidity preference). Motif ini didefinisikan sebagai usaha untuk menjamin keuntungan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, menurut konsep nilai waktu uang mengambil bunga uang sangatlah logis sebagai ganti dari penurunan daya beli uang selama dipinjamkan

Terdapat dua alasan utama yang mendasari munculnya konsep nilai waktu uang, yaitu, (1) Presence of inflation, dengan memasukan tingkat inflasi dalam perekonomian. Dapat dimisalkan, katakanlah tingkat inlasi sebesar 10% per tahun. Seseorang dapat membeli 10 unit komoditas pada hari ini hanya dengan membayar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), namun bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama yaitu Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), maka ia hanya dapat membeli 9 unit komoditas yang sama. Oleh karena itu, ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat inflasi. (2) Preference present consumption to future consumption, bagi kebanyakan individu, present consumption lebih disukai daripada future consumption. Katakanlah jika tingkat inflasi samadengan nol, sehingga dengan uang Rp.1.000.000,-   (satu juta rupiah) seseorang tetap dapat membeli 10 unit komoditas pada hari ini maupun pada tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi 10 unit komoditas saat ini lebih disenangi daripada mengkonsumsi 10 unit komoditas pada tahun depan. Dengan alasan ini, walaupun tingkat inflasi nihil, Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) lebih disukai dan dikonsumsi hari ini. Oleh sebab itu, untuk menunda konsumsi, ia mensyaratkan kompensasi.10

Dua alasan lainnya yang mendasari munculnya konsep nilai waktu uang yaitu, (1) adanya aspek risiko (ketidakpastian) atas uang yang diterima dimasa datang. Peristiwa atau kehidupan manusia dimasa datang bersifat tidak pasti, sedangkan uang yang diterima saat ini sangat jelas dan pasti. (2) adanya opportunity cost (biaya kehilangan kesempatan) yang terjadi karena tidak memiliki uang lebih awal untuk diinvestasikan. Jika uang tersebut diterima lebih awal, maka akan dapat digunakan untuk kegiatan investasi yang akan memungkinkan untuk mendapat keuntungan. Namun jika terjadi penundaan penerimaan uang, maka tertundanya penerimaan uang diartikan sebagai kehilangan peluang untuk mendapatkan keuntungan, sehingga penundaan penerimaan uang menjadi  dasar  bagi pengenaan sejumlah uang tertentu untuk menutup kerugian karena kehilangan kesempatan untuk berinvestasi jika uang diterima pada waktu sekarang 11.
Terdapat 3 (tiga) alasan yang mendasari mengapa uang hari ini lebih bernilai dibandingkan dengan uang di masa yang akan datang yaitu, (1) uang kehilangan nilainya dari waktu ke waktu. Daya beli uang yang terus menerus jatuh terutama disebabkan oleh adanya inflasi dalam perekonomian yang dapat menurunkan daya beli terhadap suatu komoditas. (2) uang memiliki biaya kesempatan. Jika seorang memiliki uang hari ini, maka ia akan dapat menginvestasikan uang tersebut dalam beberapa usaha bisnis, dengan demikian akan meningkatkan jumlah uang seseorang di masa depan. Dalam analisis konvensional, pendapatan bunga merupakan salah satu biaya kesempatan dari uang. (3) ketidakpastian arus kas masa depan. Arus kas masa depan adalah harapan saja. Oleh karena itu, arus kas masa depan tidak
pasti dan berisiko. Orang menghargai arus kas sekarang karena lebih bernilai dibandingkan dari arus kas masa depan 12.
Nilai waktu uang dapat dijelaskan dengan beberapa konsep,yaitu 13:
1.         Tingkat Bunga
Pandangan ekonomi konvensional terhadap adanya nilai waktu dari uang dapat membuat investor mempunyai kesempatan menyimpan uang yang diterima sekarang dalam suatu bentuk investasi dan mendapatkan bunga (interest).  Dengan adanya kepastian arus kas, tingkat bunga dapat digunakan untuk menyatakan nilai waktu dari uang.   Tingkat bunga memungkinkan untuk menyesuaikan nilai arus kas yang diterima atau dibayarkan pada waktu tertentu ke suatu waktu yang berbeda. Tingkat bunga terbagi kepada dua, yaitu (1)  tingkat bunga sederhana, (simple interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima berdasarkan pada nilai asli, atau nilai pokok, yang dipinjam atau dipinjamkan. Nilai mata uang dari tingkat bunga sederhana merupakan fungsi dari tiga variabel : jumlah uang yang dipinjam atau dipinjamkan atau nilai pokok, tingkat bunga per periode waktu dan jumlah periode waktu dimana nilai pokok tersebut dipinjam atau dipinjamkan. (2) Tingkat Bunga Majemuk (compound interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima dari suatu pinjaman (investasi) ditambahkan pada nilai pokoknya secara periodik. Menunjukkan bahwa bunga dari suatu pokok pinjaman juga akan dikenakan atau memperoleh bunga pada periode selanjutnya. Dengan demikian, bunga diterima dari bunga dan nilai pokok periode sebelumnya.
Pengaruh penggunaan tingkat bunga majemuk terhadap nilai suatu investasi setelah melewati masa tertentu sangat besar bila dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh tingkat bunga sederhana.   Perbedaan besar antara pengaruh tingkat bunga sederhana dan majemuk ini disebabkan oleh pengaruh bunga-berbunga atau bunga majemuk tersebut. Konsep bunga majemuk dapat digunakan memecahkan berbagai masalah keuangan secara luas dalam ekonomi konvensional.
2.         Nilai yang Akan Datang (Future Value)
Uang yang ditabung hari ini (present value) akan berkembang menjadi sebesar future value karena mengalami proses bunga-berbunga (compounding). Jadi future value adalah nilai di masa mendatang dari uang yang ada sekarang. Future value dapat dihitung dengan konsep bunga majemuk dengan asumsi bunga atau tingkat keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi tidak diambil (dikonsumsi) tetapi diinvestasikan kembali. Nilai uang di masa mendatang (future value) ditentukan oleh tingkat suku bunga tertentu yang berlaku di pasar keuangan.

3.         Nilai Sekarang (Present Value)
Present value atau nilai sekarang merupakan kebalikan dari future value yaitu besarnya jumlah uang pada permulaan periode atas dasar tingkat bunga tertentu dari sejumlah uang yang baru akan diterima beberapa waktu atau periode yang akan datang. Jadi present value (nilai sekarang) menghitung nilai uang pada waktu sekarang bagi sejumlah uang yang baru akan kita miliki beberapa waktu kemudian.Proses mencari present value disebut dengan melakukan proses diskonto (discounting). Present value dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari suatu nilai yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang. Discounting adalah proses menghitung nilai sekarang dari sejumlah uang yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang
4.         Future Value Annuity

Annuitas didefinisikan sebagai suatu pembayaran berkala dari suatu jumlah yang tetap selama waktu tertentu. Pembayaran dapat dilakukan pada setiap akhir periode atau awal periode.
5.         Present Value Annuity
Annuitas didefinisikan sebagai suatu penerimaan  berkala dari suatu jumlah yang tetap selama waktu tertentu. Pembayaran dapat dilakukan pada setiap akhir periode atau awal periode.





Dalam teori ekonomi konvensional diakui bahwa nilai waktu uang menjadi bagian penting dari suatu bisnis, dikarenakan tujuan berbisnis adalah laba, saat ini laba dapat diperoleh dengan menerapkan konsep nilai waktu uang dalam pengelolaannya. Contohnya, uang sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) saat ini tidak akan sama nilai instrinsiknya dengan Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) setelah satu tahun mendatang. Seseorang yang rasional akan lebih menyukai dan memilih uang sejumlah Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) saat ini dibandingkan dengan Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) satu tahun mendatang, karena jika seseorang menerima Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) pada saat ini, maka dia akan bisa menginvestasikan uang tersebut pada tingkat keuntungan tertentu (misalkan 10%), sehingga dia akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 100.000,- selama setahun. Karena itu Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) saat ini dianggap setara dengan Rp 1.100.000,- setelah satu tahun mendatang pada tingkat keuntungan 10%. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa uang hari ini memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan uang dimasa yang akan datang walaupun jumlahnya sama.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, tidak ada perbedaan antara uang dengan komoditas, uang merupakan komoditas, sehingga uang bisa diperjualbelikan dengan harga yang disepakati, bebas dispekulasikan. Selain itu uang juga memiliki nilai waktu dan seseorang bila menggunakan uang orang lain maka ia harus mengembalikannya berdasarkan nilai waktunya yang ditentukan dengan bunga. Konsep nilai waktu uang berupa anggapan bahwa uang itu dapat berkembang seperti makhluk hidup, memiliki pertumbuhan bertahap sehingga nilai uang hari ini akan berbeda dengan nilai uang itu di masa depan. Pada sistem kapitalis uang dapat dihasilkan dari uang tanpa adanya usaha seperti penggunaan uang untuk pembelian modal, seperti disimpan di bank, uang dapat bertambah dengan sendirinya, uang dapat digunakan sebagai modal untuk memperoleh lebih banyak keuntungan tanpa mengkombinasikannya dengan barang lain. Sebagai contoh uang Rp 50.000,- dijadikan modal untuk disimpan di bank dengan bunga 5% per tahun, maka setelah satu tahun jumlahnya akan bertambah menjadi Rp
52.500,-.
Dalam hal pinjam-meminjam uang, apabila suatu pihak meminjamkan uang kepada pihak lain, maka pihak yang meminjam harus mengembalikan uang tersebut dengan mengikuti konsep nilai waktu uang. Jika seseorang meminjam 10.000.000,- dalam jangka waktu dua tahun dengan bunga 20% per dua tahun, maka ia wajib mengembalikan uang yang dipinjamnya sebesar Rp 12.000.000,- dikarenakan nilai uang dua tahun setelah waktu peminjaman sudah berubah berdasarkan bunga yang sudah ditetapkan sebelumnya. Apabila peminjam berniat menggunakan uangnya untuk modal usaha, pada suatu saat usahanya rugi sehingga seluruh uang yang dipinjam habis, maka ia tetap memiliki tanggungan untuk membayar kembali pinjaman tersebut sebesar Rp.12.000.000,-.

Uang, Dan Fungsi Uang Dalam Sistem Ekonomi Islam

Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi

konvensional. Sistem ekonomi konvensional menganggap uang tidak hanya sebagai alat tukar namun juga bisa berfungsi untuk memperoleh pendapatan. Sehingga dalam hal ini uang seringkali diartikan secara bolak balik, yaitu uang sebagai uang (alat tukar), dan uang sebagai modal (spekulasi). Dalam sistem ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas bahwa uang adalah uang. Dalam ekonomi Islam uang hanya berfungsi dan diakui sebagai alat tukar (medium of


exchange) dan sebagai kesatuan hitung (unit of account).  Hal ini dipertegas dengan pendapat para ulama dan ilmuwan sosial Islam seperti Al Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Ibnu Abidin yang menegaskan bahwa fungsi uang hanya sebagai alat tukar 14. Fungsi spekulasi dalam pengertian Keynes tidak akan pernah ada dalam pandangan ekonomi Islam, karena dalam ekonomi Islam   uang itu sendiri tidak memberikan manfaat, tetapi fungsi uanglah yang akan memberikan kegunaan. Uang akan berguna jika ditukarkan dengan barang nyata atau jika dibelikan jasa. Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam uang tidak dapat dijadikan komoditas dan diperdagangkan.

Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (public goods). Barangsiapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif maka berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses kelancaran jual beli. Penumpukan uang juga akan mendorong manusia kepada sifat tidak baik seperti rakus, tamak, malas, malas beramal.Oleh karena itu Islam melarang penimbunan uang (harta), memonopoli uang (harta), sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran dalam surat At- Taubah 34-35.

Disamping itu, uang yang tidak produktif akan semakin berkurang karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam, oleh karena itu uang harus berputar. Islam menganjurkan bisnis (perdagangan), investasi di sektor riil. Uang yang berputar di sektor riil akan memberikan pendapatan bagi masyarakat banyak yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli mereka terhadap suatu komoditas.

 

Pandangan Ekonomi Islam Terhadap Nilai Waktu Uang

 

Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai daripada uang pada masa depan.  Teori  ini  berangkadari  pehamaman  bahwa uang merupakan  sesuatu  yang berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang, orang akan dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang karena inflasi, sementara jika uang disimpan dalam bentuk surat berharga maka akan mendapatkan keuntungan berupa bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi. Namun teori nilai waktu uang ini tidak akurat karena kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi inflasi, namun kadangkala kondisi ekonomi juga menghadapi deflasi. Munculnya deflasi akan menimbulkan preferensi waktu negatif diabaikan oleh teori ekonomi konvensional.

Atas dasar pemikiran ini, maka dalam sistem ekonomi Islam, tidak akan terjadi konsep nilai waktu uang seperti yang terjadi dalam ekonomi konvensional. Jika dilihat dari surat al- Ashr ayat 1 (satu) sampai ayat 3 (tiga) diatas dapat dikatakan bahwa setiap orang memiliki jumlah waktu yang sama secara kuantitas, tetapi yang membedakan adalah kualitasnya. Semua orang memiliki waktu 24 jam dalam sehari, namun nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lain. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang  memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efisiensi dan efektifitas waktu akan memberikan keuntungan lebih kepada orang yang melakukannya. Maka siapapun yang melakukannya akan memperoleh keuntungan di dunia dan akhirat apabila segala yang ia perbuat dengan niat beribadah kepada Allah S.W.T. Dalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien, namun juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia, berarti keimanan tersebut tidak diamalkan. Islam mengajarkan carilah keuntungan akhirat tapi jangan lupakan keuntungan dunia.

Dalam ekonomi Islam tidak dikenal adanya permintaan uang untuk spekulasi karena uang bukanlah komoditas yang dapat diperdagangkan secara bebas. Ekonomi Islam juga tidak mengenal bunga, karena bunga sesungguhnya telah jatuh ke dalam kategori riba. Islam juga tidak mengenal konsep nilai waktu uang. Di mata Islam yang bernilai adalah waktu itu sendiri, nilai ekonomis waktu. Penghargaan Islam atas waktu tercermin dari banyaknya sumpah Allah yang terdapat dalam Alquran, yang menggunakan terminologi waktu. Misalnya demi masa, demi waktu dhuha, demi waktu fajar, demi waktu ashar, demi waktu malam dan masih banyak lagi. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah juga pernah bersabda, Waktu itu seperti pedang, jika kita tidak bisa menggunakannya dengan baik, ia akan memotong kita. Sedangkan Sayyid Qutb juga mengatakan, waktu adalah hidup. Namun penghargaan Islam terhadap waktu ini tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap. Karena hasil yang nyata dari pemanfaatan waktu ini bersifat variabel, tergantung pada jenis usaha, sektor industri

keadaan pasar stabilitas politik dan masih banyak lagi. Islam mewujudkan penghargaan pada waktu dalam bentuk kemitraan usaha dengan konsep bagi hasil. Oleh karena itu, menurut Islam uang tidaklah memiliki nilai waktu. Tetapi waktulah yang memiliki nilai ekonomi, tergantung bagaimana cara penggunaannya. Waktu akan memiliki nilai ekonomi jika waktu tersebut digunakan dengan baik dan bijak. Selama manusia menggunakan waktunya untuk hal produktif tentunya waktu tersebut semakin bernilai, maka ada perbedaan nilai antara waktu seseorang dengan yang lainnya walaupun jumlahnya sama.

Dalam berbagai transaksi keuangan / finansial, baik dalam bisnis, investasi secara konvensional (non-syariah) tidak terlepas dari simple interest atau bunga sederhana. Bagaimana perhitungan dan penerapannya?

Secara definitif, simple interest (bunga sederhana) merupakan bunga yang dibayarkan hanya terhadap pinjaman pokok, tanpa efek pemajemukan (compounding).

Bagaimana menghitung simple interest atau bunga sederhana ini?

Bunga sederhana dihitung dengan mengkalkulasi pinjaman pokok dikali tingkat bunga per periode waktu dikali jumlah periode waktu. Rumusnya yaitu:

I = P x i x n

dengan:
I = bunga sederhana (dalam kurs tertentu, misal dolar)
P = jumlah pinjaman pokok pada saat ini
i = tingkat bunga (interest rate) per periode waktu
n = jumlah periode waktu

Contoh 1. Simple interest (bunga sederhana) dari pinjaman sebesar $1.000 pada tingkat bunga 9%, dengan jangka waktu 9 bulan adalah:

I = P x i x n
= $1.000 x 9% x 9/12
= $67,50

Contoh 2. Andi Malarangeng menerima $50 setiap bulannya dari dana obligasi (bond fund) yang memberikan bunga tahunan sebesar 9%. Berapa banyak yang diinvestasikan dalam bond fund tersebut?

Karena P tidak diketahui, rumus diubah untuk mencari P, yaitu:

P = I : (i x n)
= 50/0.09 x 1/12
= 50/0.0075
= $6.666,67

Compound Interest (Bunga Berbunga) adalah bunga yang dihitung atas jumlah pinjaman pokok ditambah bunga yang diperoleh sebelumnya.

Compound Interest mengacu pada pembayaran bunga atas pokok dan bunganya yang selalu terakumulasi dari waktu ke waktu. Compound Interest Berbeda dengan Simple Interest (Bunga Tunggal) yang hanya menghitung berdasarkan pinjaman pokoknya saja.

Simple Interest dan Compound Interest memiliki perbedaan yang sangat jauh bila diaplikasikan dalam jangka panjang. Menurut Albert Einstein, compound interest adalah sebuah keajaiban dunia yang bisa membuat seseorang menjadi kaya dengan melipatgandakan uangnya melalui Compound Interest.

Compound Interest artinya bunga (interest) dari investasi Anda akan berbunga, dan hasilnya akan berbunga lagi sehingga pertumbuhannya bukan lagi linear tapi eksponensial.

Contohnya, jika seseorang menyimpan uangnya di bank sebesar Rp1.000.000 pada tingkat bunga 10% pertahun, pada akhir tahun pertama, orang tersebut akan menerima bunga sebesar Rp100.000, sehingga uangnya menjadi Rp1.100.000.

  • Pada kasus Simple Interest, bunga Rp100.000 tersebut tidak digabungkan dengan pokok pinjaman untuk dihitung dalam perhitungan bunga di tahun berikutnya.
  • Berbeda dengan Compound Interest, bunga Rp100.000 yang didapatkan digabungkan dengan pinjaman pokoknya dalam menghitung bunga tahun berikutnya.

Dengan Compound Interest, pembayaran bunga terus ditambahkan ke pokok simpanan dan pokok yang sudah ditambahkan ini akan terus mendapatkan bunga. Berikut adalah tabel perbedaan Simple Interest dan Compound Interest bila dalam contoh seorang menyimpan uang sebesar Rp1.000.000, dengan bunga 10% per tahun, selama 10 tahun.

Pengertian  Anuitas (Annuity) 

Pengertian Anuitas (Annuity) adalah Merupakan suatu rangkaian pembayaran atau penerimaan secara cicilan yang pada umumnya sama besarnya serta dibayarkan setiap masa tertentu dan masing-masing jumlahnya terdiri dari bagian pokok pinjaman serta bunganya.

Perhitungan Anuitas (Annuity)

Perhitungan Anuitas (Annuity) biasanya digunakan untuk :

1. Perhitungan bunga atas suatu pinjaman, yaitu dengan system Anuitas maka dapat diketahui berapa besarnya uang yang harus dibayarkan untuk membayar bunga serta pokok pinjaman selama jangka waktu pinjaman. 

 Contoh Kasus 

 Mahesa Anjani  bermaksud meminjam uang ke Bank dengan pinjaman sebesar Rp.5.000.000,00  untuk jangka waktu 1 (satu) tahun serta bunga sebesar 10 %, maka dengan system Anuitas dapat dihitung berapa total pembayaran bunga dan pokok pinjaman tersebut. 

 Setelah diketahui jumlah total bunga dan pokok pinjaman selama 1 tahun, baru kemudian dibuatkan tabel pembayaran cicilan setiap bulan atas pokok dan pinjaman tersebut.

2. Perhitungan bunga atas suatu Deposito/Investasi Jangka Panjang, yaitu dengan system Anuitas maka dapat diketahui berapa besarnya uang yang akan diterima jika kita menyimpan uang dalam bentuk deposito/Investasi Jangka Panjang yang memberikan imbalan bunga selama jangka waktu Deposito/Investasi Jangka Panjang tersebut. 

 Misalnya dengan mendepositokan uang sebesar Rp.20.000.000,00  untuk jangka waktu 10 tahun serta bunga sebesar 5 %, maka dengan system Anuitas dapat dihitung berapa total  bunga yang diterima selama 10 tahun tersebut dan berapa jumlah total uang kita setelah 10 tahun kemudian . Atau yang sering juga digunakan adalah pada tabungan pendidikan, tabungan hari tua dan lain-lain.

 

Perlakuan Perpajakan Atas Anuitas (Annuity)

 1. Atas pembayaran bunga atas pinjaman dari bank oleh Wajib Pajak :

 a. Bagi Wajib Pajak yang membayarkan bunga atas pinjaman dari bank dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang pinjaman bank tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Bunga pinjaman dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto pada saat pembayaran bunga pinjaman tersebut.

Pasal 6 ayat 1 huruf a angka 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

 b. Bagi Wajib Pajak yang membayarkan bunga atas bunga pinjaman dari bank bukan merupakan objek pajak penghasilan Pasal 23.

Bunga pinjaman yang dibayarkan kepada bank tidak dipotong PPh Pasal 23 oleh Wajib Pajak yang meminjam uang ke bank..

Pasal 23 ayat 4 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

 2. Atas penghasilan bunga deposito dari bank yang diterima oleh Wajib Pajak :

 a. Penghasilan bunga deposito dari bank yang diterima oleh Wajib Pajak yang menyimpan uang di bank dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final.

Pasal 4 ayat 2  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

 b. Penghasilan bunga deposito dari bank yang diterima oleh Wajib Pajak yang menyimpan uang di bank dilaporkan di SPT Tahunan Pajak Penghasilan sebagai penghasilan yang bersifat final.

 

Perbandingan konsep Time Value of Money dengan Economic

Value of Time

 Hal utama yang membedakan konsep time value of money dengan economic value of time adalah pada konsep time value of money dasar perhitungan pada kontrak adalah berdasarkan bunga, sedangkan dasar perhitungan pada konsep economic value of time adalah nisbah. Konsep economic value of time dalam perhitungannya dapat menggunakan konsep revenue sharing atau profit sharing. Konsep revenue sharing atau profit sharing akan sangat berdampak pada tingkat nisbah yang menjadi perjanjian pada kontrak kerjasama. Konsep cost of fund dalam economic value of time menggunakan Islamic Security Market Line dengan variabel risk free

= 0. Adapun value dari pembiayaan atau investasi yang dilakukan menggunakan metodologi Net Present Value at Risk. Misalkan dalam hal penentuan nisbah bagi hasil, return on capital harus diperhitungkan dalam hal ini return on capital tidak sama dengan return on money. Return on capital sangat tergantung pada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil. Sedangkan return on money sangat berkaitan dengan interest rate. Penentuan nisbah bagi hasil dilakukan diawal kerjasama dan mmenggunakan project return sebagai dasarnya. Apabila ternyata actual return dari investasi yang dibiayai tidak sama dengan proyeksinya karena ada faktor yang memang tidak dapat diprediksi, maka yang akan digunakan adalah angka actual return bukan angka proyeksi return. Sehingga dalam hal ini menunjukan bahwa Islam tidak setuju dengan konsep time value of money yang memastikan tingkat keuntungan dimasa yang akan datang. Waktu akan memiliki economic value jika dan hanya jika dimanfaatkan untuk kegiatan produktif sehingga menjadi suatu capital dan memperoleh suatu return.

yaikh Abu Bakar Jabir al Jaza'iri di dalam Kitab Minhajul Muslim menjelaskan pengertian riba. Menurut mantan pengajar tetap di Masjid Nabawi, Madinah itu, Riba adalah penambahan sejumlah harta yang bersifat khusus. Secara bahasa Riba artinya, penambahan.

Sementara Sayyid Quthb dalam buku 'Tafsir Ayat-ayat Riba: Mengupas Persoalan Riba Sampai ke Akar-akarnya' mengatakan tradisi Arab klasik memberi pengertian riba secara spesifik yaitu penambahan utang akibat jatuh tempo. Pengertian riba secara umum adalah penambahan nilai barang tertentu dan penambahan jumlah pembayaran pada utang.

Di dalam Islam pelarangan riba dilakukan secara bertahap, sama seperti ketika pemberlakukan haram atas khamr. Sebab di zaman jahiliah, praktik riba sudah dilakukan secara terang-terangan. Apabila ketika itu dilarang secara langsung tentu akan menimbulkan penolakan secara frontal. Dan seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya riba benar-benar dilarang secara tegas.

Jabir bin Abdullah Ra berkata:

"Rasulullah SAW melaknat pemakan riba dan yang memberi makan riba, juga saksi dan penulisnya. Semua sama saja." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan At Tirmidzi).

Macam-macam riba secara umum ada tiga jenis yaitu riba fadhl, riba nasi'ah dan riba al-yadh. Ini penjelasannya:

1. Riba fadhl
Riba fadhl adalah tambahan yang ada pada pertukaran barang riba dengan barang riba sejenisnya. Misalnya: Menjual satu kuintal gandum dengan satu seperempat kuintal gandum.

2. Riba nasi'ah
Riba nasi'ah merupakan penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang riba yang dipertukarkan dengan jenis barang riba lainnya.

3. Riba al-yadh
Riba al-yadh ialah riba yang terjadi akibat jual beli barang riba yang disertai dengan penundaan serah terima kedua barang yang ditukar atau ditunda terhadap penerima riba.

Di dalam al-qur'an, riba hukumnya haram. Ahmad Sarwat, Lc., MA dalam buku 'Kiat-kiat Syar'i Hindari Riba' menuliskan pelaku riba akan diperangi Allah SWT di dalam al-qur'an. Bahkan menjadi satu-satunya pelaku dosa yang dimaklumatkan perang di dalam al-qur'an adalah mereka yang menjalankan riba.

Berikut alasan mengapa riba diharamkan dalam Islam:

1. Termasuk tujuh dosa besar


Riba disebut menjadi salah satu dari tujuh dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits:

Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah dari kalian tujuh hal yang mencelakakan". Para sahabat bertanya,"Apa saja ya Rasulullah?". "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatin, lari dari peperangan dan menuduh zina." (HR. Muttafaq alaihi).

2. Diperangi Allah SWT


Doa harta riba telah diperingatkan dalam al-qur'an. Dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279 disebutkan bahwa dosa riba sangat berat. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya." (Qs. Al-Baqarah: 278-279).

3. Mendapat Laknat dari Rasulullah SAW


Allah SWT telah memberikan perumpamaan kepada orang-orang semacam ini dengan perumpamaan yang mengerikan. Siapa saja yang memakan riba seperti orang yang kerasukan setan yang terkena penyakit gila. Allah SWT berfirman,

ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) , maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.". (QS. Al-Baqarah [2]: 275).

Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (English: credit; Romawi : credo) yang diambil dari istilah qard. Credit dalam   bahasa inggris berarti meminjamkan uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek (English: check; France : Cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.

Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas  pada  tahun  1980-an,  namun  realisasinyterjadi  pada  tahun  1992  yang dilakukan oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan hukum yang jelas. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih bersifat konvensional dalam artian, belum Memiliki standar dari bank syariah sendiri, karena


 

bank  syariah  berbasisi  ideologi  Islam.  Sedangkan  bank  konvensional  berdasarkan ideologi barat terutama ideologi Amerika dan Eropa.

Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional :

1.   Bank syariah tidak menggunakan bunga

2.   Tidak digunakan untuk usaha yang haram

3.   Menerima zakat, infaq dan sodaqoh untuk disalurkan kepada masyarakat yang

membutuhkan, terdapat 8 golongan dalam Al Quran

Pada point pertama, dalam bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil  keuntungan  tersebut  dengapara  penabung,  jika bank  rugi  maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah juga tidak serta merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai melainkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).

 

.    Perbedaan antara Bank Syariah dan Konvensional

 

Parameter

 

 

Bank Syariah

 

 

Bank Konvensional

 

Landasan hukum

UU Perbankan dan Landasan Syariah

UU Perbankan

Return

Bagi  hasil,  margin  pendapatan  sewa, komisi/fee

Bunga, komisi/fee

Hubungan dengan

Kemitraan, Investor-investor, investor- pengusaha

Debitur-kreditur

nasabah

 

Fungsi

dan

Intermediasi,      manager      investasi,

 

Intermediasi,

jasa

 

kegiatan Bank

investor, sosial, jasa keuangan

 

keuangan

 

 

Prinsip

dasar

Anti riba dan anti maysir

Tidak anti riba dan maysir

 

operasi

 

Prioritas

 

1.   Tidakbebas  nilai  (prinsip  syariah

 

1.   Bebas   nilai

(prinsip

pelayanan

 

Islam)

 

 

materialis)

 

 

 

2.   Uang sebagai alat tukar dan bukan

komoditi

3.   Bagi hasil, jual beli, sewa

 

2.   Uang sebagai k

3.   Bunga

omoditi

Orientasi

Kepentingan publik

Kepentingan pribadi

Bentuk usaha

 

Tujuan        social-ekonomi        Islam,

Keuntungan

 

keuntungan

 

Evaluasi nasabah

Bank  komersial,  bank  pembangunan,

bank universal, atau multi purpose

Bank komersial

Hubungan

 

Lebih    hati-hati    karena    partisipasi

Kepastian     pengembalian

nasabah

 

dalam risiko

 

pokok dan bunga

Suber     likuiditas

Erat sebagai mitra usaha

Terbatas debitur-kreditur

jangka pendek

 

Pinjaman

yang

Terbatas

Pasar uang, bank sentral

 

diberikan

 

Prinsip usaha

Komersial        dan        nonkomersial,

Komersial                     dan

nonkomersial,  berorientasi laba

berorentasi laba dan nirlaba

 


Pengelolaan dana

Pasiva ke Aktiva

Aktiva ke Pasiva

Lembaga

Pengadilan, arbitrase

Pengadilan,               Badan

penyelesaian

Arbitrase Syariah Nasional

sengketa

 

Risiko Investasi

Dihadapi bersama antara bank dan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran

Tidak mungkin terjadi negative spread

Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait

langsung dengan bank

Kemungkinan terjadi negative spread

Monitoring

Memungkinkan    bank

ikut

dalam

Terbatas pada administrasi

pembiayaan/Kredi

manajemen nasabah

 

 

t

 

 

 

Struktur

Dewan   komisaris,   Dewa Pengwas

Syariah, Dewan Syaraiah Nasional

Dewan komisaris

Organisasi

Pengawas

Criteria

Bankable, Halal

Bankable,

Halal

atau

pembiayaan

haram

 

 

Sumber: Veitzal Rifai,

Perbedaan ini meliputi aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.

a Akad dan Aspek Legalitas

Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut:

i.   Rukun : Penjual, Pembeli, Barang, Harga, Akad/ Ijab Kabul.

ii.   Syarat : misalnya, barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.

b.   Lembaga Penyelesaian Sengketa

Jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak dapat  tidak menyelesaikannya di peradilan, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. (Badan Arbitrase Nasional : Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia)

c Struktur Organisasi

Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

d.   Bisnis dan Usaha yang dibiayai

Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok,

 

Penyaluran Dana

Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan

syaria terbag ke   dala tig kategor yang   dibedaka berdasarka tujuan penggunaannya yaitu:

1.  Transaksi  pembiayaan  yang  ditujukan  untuk  memiliki  barang  dilakukan dengan prinsip jual beli.

2.  Transaksi  pembiayaan  yang  ditujukan  untuk  mendapatkan  jasa  dilakukan dengan prinsip sewa.

3.  Transaksi   pembiayaa untuk   usaha   kerjasama   yan ditujuka guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk per- bankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adaiah musyarakah dan mudharabah.


Referensi

Adiwarman A.Karim, Ekonomi Makro Islami (Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada. 2010) Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Syariah (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama.2010) International Shariah Research Academy for Islamic Finance, Islamic Financial System:

Principles and Operations, (Kuala Lumpur: Isra, 2012).

 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. ed.revisi, (Jakarta:Rajawali Pers.2008)

 

M.Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam : Konsep,Teori, dan Analisis (Bandung : ALFABETA.2010)

 

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama.

2009)

 Najmuddin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syariyyah Modern (Yogyakarta : ANDI Offset. 2011)

 Sadono Sukirno, MakroEkonomi: Teori Pengantar, edisi ketiga, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006

 Veithza Rivai,   et.al,   Islamic   Economic    Financ ((Jakarta:PT.Gramedia   Pustaka

Utama.2010)

 William R. Lasher, Financial Management: a Practical Approach, (USA: Thomson South- Western, 2008)

 International Shariah Research Academy for Islamic Finance, Islamic Financial System: Principles and Operations, (Kuala Lumpur: Isra, 2012), h.90.

  Najmuddin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syariyyah Modern, h.102


Continue reading Konsep Nilai Waktu Uang Dalam Pandangan Islam